Buscar

Rahasia Hati



Dalam hidup semuanya tidak mudah untuk dijalani
Ada kerikil tajam yang siap melukai
Ada badai yang siap menerpa
Ada pula hujan yang siap membasahinya
Namun, dalam hidup kita melaluinya tidak sendirian
Ada seseorang yang siap berjalan beriringan bersama kita
Hingga sampai pada tempat perhentian yang tepat

***

                Pagi ini seperti biasa, Nana dan Dina berangkat ke sekolah bersama. Mereka sudah lama bersahabat, dari awal saling kenal mereka sudah menyadari bahwa mereka akan saling berbagi. Walau ada perbedaan diantara mereka namun, perbedaan itulah yang memberi warna dalam setiap lembar cerita mereka.
                “Hai si kembar. Selalu berdua ya”. Sapa Indra teman sekelas Nana dan Dina ketika melihat mereka tiba dikelas. Nana dan Dina hanya tersenyum menanggapinya. Tak lama kemudian pak Agus guru
matematika masuk ke kelas, setelah beberapa menit lalu bel tanda dimulainya aktifitas belajar mengajar hari ini dimulai. Mereka pun tenggelam dalam materi matriks yang dipelajari hari itu.
                Tak lama kemudian terdengar suara pintu diketuk lalu masuklah Bu Sri Kepala SMA Putra Bangsa. Pak Agus pun langsung menghentikan penjelasannya dan mempersilahkan Bu Sri masuk. Bu Sri masuk dengan diiringi seseorang yang berjalan dibelakangnya.
                “Assalamu’alaikum anak-anak”. Sapa Bu Sri
                “Hari ini kalian kedatangan teman baru pindahan dari bogor, silahkan perkenalkan dirimu”.
                Anak yang ada disebelah Bu Sri pun tersenyum lalu berkata “ Assalamu’alaikum Bapak, teman-teman. Saya Bagus Pradana pindahan dari Bogor. Salam kenal”.
Setelah itu Pak Agus mempersilahkan Bagus duduk di kursi yang kosong dan Bru Sri pun pamit keluar ruangan itu. Kegiatan belajar mengajar pun dilanjutkan.
                “Maaf mau nanya koperasi sekolah dimana ya? Aku mau beli perlengkapan sekolah ini disana”. Sapa Bagus pada Nana yang sedang menulis dimejanya. Kebetulan tadi Dina sedang pergi ke kantin dan
Nana ingin dikelas saja.
                “Oh koperasi. Ada di ujung koridor belok kanan”.
                “Hmmm. Perlengkapan sekolah disini apa aja ya?”
Nana hanya menatapnya sejenak lalu tersenyum dan berkata “Yasudah sini ku temani ke koperasi sekalian ku bantu kamu beli perlengkapan sekolah”.
Bagus tersenyum dan mengangguk. Mereka berdua pun berjalan bersama menuju koperasi. Selama berjalan mereka berbincang-bincang.

***
Sekolah hari ini telah usai. Semua murid SMA Putra Bangsa satu per satu meninggalkan sekolah. Seperti biasa setiap pulang sekolah Nana dan Dina selalu ke taman yang berada dekat dengan rumah mereka.
Ditaman itu mereka punya tempat favorit. Mereka suka duduk dibawah pohon yang menghadap ke danau. Biasanya disana mereka bercerita panjang lebar sambil mengulang pelajaran ataupun mengerjakan tugas.
Seperti hari ini. Mereka duduk-duduk disana dan sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
“Na. menurutmu cinta itu apa?” Tanya Dina.
Nana terkejut mendengar pertanyaan Dina yang sedikit aneh terdengar ditelinganya. Tapi, akhirnya
dia berkata juga “Ko nanyanya gitu? Ada apa?”.
“Nggak apa-apa sih Na. Cuma aku lagi terpikir aja gimana sih rasanya jatuh cinta”. Kata Dina. Matanya menerawang jauh ke ujung danau.
Nana hanya menatapnya lalu berkata “Nggak usah dipikirin Din. Nanti ada saatnya cinta itu menyapamu”.
Dina menoleh setelah mendengar kata-kata Nana. Mata mereka bertatapan dan mereka pun tersenyum.
“Pulang yuk! Sudah sore”. Kata Nana
Dina tersenyum lalu mengangguk.
Mereka pun bangkit lalu berjalan pergi.

Cinta itu seperti isyarat danau yang tenang
Memberi keteduhan pada hati siapa saja yang sedang merasakannya
Dan jauh di ujung danau itu
Kisah ini baru akan dimulai

***
Sejak kejadian Nana membantu Bagus membeli perlengkapan di koperasi waktu itu. Kini mereka seringkali ngobrol. Berbagi cerita apa saja dan terkadang pula belajar bersama. Kini diantara Nana dan Dina ada Bagus ditengah-tengah mereka. Mereka berteman akrab. Banyak kenangan yang mereka ukir dari hari ke hari. Kenangan yang tidak hanya melekat dipikiran mereka namun, dihati mereka juga.
“Na. hari minggu nanti bias temani aku cari kado untuk adikku nggak?”. Tanya Bagus tiba-tiba.
Nana menghentikan kegiatannya dan menoleh memandang Bagus lalu berkata “Emang mau cari kado apa?”.
“Apa aja deh. Buku cerita, perlengkapan sekolah atau boneka. Aku juga masih belum tau mau belikan apa. Makanya kamu temanin aku sekalian bantu cari kado yang pas.
“Hmmm. Yasudah deh aku temani, kebetulan juga ga ada acara. Jam berapa?”.
“Kalau jam 3 sore gimana? Ntar aku jemput kamu”.
“Oke”.
Bagus pun tersenyum.
Minggu sore yang cerah. Bagus dating menjemput Nana dan mereka pun jalan. Mereka pergi ke salah satu Mall yang ada dikota tempat mereka tinggal. Pertama kali mereka memasuki took boneka. Mereka bercanda sambil memilih-milih boneka yang cocok. Tapi, sepertinya tidak ada yang menarik. Mereka lalu berjalan-jalan lagi dan masuk ke took buku. Mereka memencar kebagian buku yang menurut mereka menarik. Bagus mendapati sebuah novel yang berjudul Rahasia Hati, diambilnya novel itu lalu dibaliknya dan dibacanya sedikit synopsis dibelakang buku itu. Tiba-tiba Nana menepuk pundaknya  dan berkata ”Buku ini sepertinya bagus buat adik kamu. Gimana?”. Bagus yang tadi sedang asyik membaca synopsis langsung menyembunyikan novel yang dipegangnya ke belakang punggungnya. Dia melihat buku yang di bilang Nana, lalu mengangguk dan tersenyum. Lalu dia pergi membayar buku itu di kasir dan Nana menunggunya diluar.
Dalam perjalanan pulang. Diboncengan Bagus, Nana merasa dada kirinya sakit. Dengan tangannya dia dia tekan dibagian yang sakit itu, agar dapat mengurangi sedikit rasa sakit. Sesampainya di depan rumah, Nana turun dari motor Bagus. Dia tersenyum pada Bagus. Bagus kaget melihat wajah Nana.
“Na. ko mukamu pucat. Kecapean ya?”.
“Nggak ko nggak. Masa pucat. Ah! Perasaanmu aja. Salah liat”.
“Hmm yasudah. Makasih ya Na udah nemani aku cari kado”.
“Iya sama-sama. Ya udah aku masuk ya. Kamu hati-hati pulangnya”.
Nana berbalik dan siap melangkah pergi.
“Na!”. panggil Bagus.
Nana menoleh. Bagus memberikan sebuah novel padanya dan berkata “Buat kamu. Anggap aja sebagai ucapan terima kasih”.
Nana mengambil novel itu lalu membaca judulnya dan tersenyum. “Makasih”. Ucapnya
Bagus mengangguk lalu pergi. Nana pun masuk kedalam rumah.
“Udah pulang Na”. sapa mamanya ketika melihat Nana masuk.
“Iya ma”. Jawab Nana tersenyum.
“Habis jalan sama Dina ya. Ke mana?”.
“Bukan Ma. Nana jalan sama Bagus. Nemani dia cari kado buat adiknya”.
“Bagus. Siapa itu? Mama baru dengar namanya”.
“Teman baru Nana Ma, pindahan dari Bogor. Ya sudah ya Ma. Nana ke kamar dulu”.
“Na. jangan lupa minum obatmu hari ini”.
Nana mengangguk lalu naik dikamarnya dilantai dua.

***
Nana dan Dina sedang ada ditaman. Tepatnya duduk ditempat kesukaan mereka.
“Baca novel apa Na? baru ya?”.
“Oh ini. Judulnya Rahasia Hati. Iya baru, kemarin dikasih Bagus”.
“Bagus?”.
“Iya Bagus”.
“Ooo”.
“Kenapa emangnya Din?”.
“Hmm. Nggak apa-apa ko”. Kata Dina sambil tersenyum.
Namun, jauh dalam mata Dina. Nana melihat ada sesuatu disana.
Waktu terus berjalan dan hari pun berganti. Mengukir setiap cerita dalam lembar kehidupan yang ada. Sama halnya dengan Nana, Dina, dan Bagus. Kini telah banyak cerita yang mereka ukir namun, mereka belum menyadari bahwa ada cinta yang terselip diantara mereka. Kebersamaan yang mereka jalani  membuat rasa saying yang ada dihati mereka itu berubah. Bukan hanya saying kepada seorang sahabat namun, lebih dari itu.
Sore ini, mereka bertiga sedang mengerjakan tugas kelompok dirumah Nana. Sesekali tawa dan canda terdengar ditengah-tengah mereka. Mereka saling meresapi suasana pada saat itu. Tenggelam dalam perasaan masing-masing. Ketika Dina ingin mengambil buku yang ada disampingnya, tak sengaja tangannya dan tangan Bagus bersentuhan, karena Bagus juga ingin mengambil buku itu. Mereka lalu berpandangan dan saling tersenyum tapi, dengan cepat Bagus melepaskan tangannya lalu gugup melihat ke arah Nana. Bagus tersenyum canggung pada Nana. Nana juga hanya membalas senyuman itu seadanya.
Esoknya di sekolah. Dina berangkat ke sekolah tanpa Nana. Karena tadi Dina berangkat ikut papanya.
“Ko sendiri Din. Kembarannya mana?”. Tanya Indra heran.
“Oh Nana. Masih dieumah mungkin”. Jawab Dina sekenanya.
“Tumben nggak bareng. Berantem?”.
“Nggak ko. Tadi aku ikut papa berangkatnya”.
“Oh. Kirain berantem”.
Dina hanya tersenyum menanggapinya. Tidak lama Bagus masuk ke dalam kelas dan duduk dikursinya. Setelah sempat menyapa Dina.
Sampai jam pelajaran pertama selesai. Nana juga tidak ada masuk ke kelas. Dina pun bingung. Kemana Nana?. Biasanya kalau sakit atau izin dia pasti menitipkan surat keterangannya pada Dina.
“Din. Nana nggak masuk ya?”. Kata Bagus.
“Iya Gus. Nggak tau juga kenapa. Dia nggak ada kasih kabar”.
“Hmmm. Gimana nanti pulang sekolah kita kerumahnya?”.
“iya”.
Sepulang sekolah Bagus dan Dina benar-benar pergi kerumah Nana.
“Assalamu’alaikum”. Kata Dina sambil mengetuk pintu.
Pintu terbuka dan Kak Roni, kakaknya Nana yang membukakan pintu.
“Oh Dina. Ada apa?”.
“Ada Nana nggak kak. Kok tadi Nana nggak masuk sekolah. Nana sakit?”.
Kak Roni mempersilahkan mereka masuk terlebih dahulu. Setelah mereka semua duduk kak Rono menghela nafas lalu berkata “ Kamu nggak tau Din kalau Nana masuk rumah sakit”.
Dina dan Bagus pun terkejut.
“Nana sakit apa kak? Kok bias masuk rumah sakit?”.
“Kamu nggak tau Din kalau Nana punya penyakit jantung dari kecil.
“Na…Nana sakit jantung”. Kata Dina terbata-bata. Dia tidak percaya. Lalu dia melanjutkan ucapannya “Nana selalu terlihat ceria. Selalu terlihat sehat. Memang terkadang Nana sering merasa sakit di dada kirinya dan wajahnya terlihat pucat. Tapi, jika ditanya kenapa. Dia hanya tersenyum saja”.
Dina menangis. Lalu bersama kak Roni mereka pergi kerumah sakit dimana Nana dirawat.
“Nana”. Kata Dina ketika sampai di ruangan Nana dirawat.
Dina menghambur kepelukan Nana. Dia menangis sambil berkata “Kamu kok nggak pernah bilang sih Na kalau kamu sakit. Kenapa kamu selalu terlihat bahagia dan menyembunyikan rasa sakitmu itu. Kenapa dukamu kamu selipkan dalam senyuman Na. kenapa kamu nggak mau berbagi sama aku rasa sakitmu itu Na”.
Nana hanya menangis mendengar semua kata-kata Dina. Dia tak mampu berkata apa-apa namun, dalam hati dia berguman “ Maafkan aku Din. Aku nggak mau terlihat lemah dan dikasihani”.
Sejak itu. Setiap pulang sekolah Dina dan Bagus selalu pergi ke rumah sakit. Mereka selalu menemani Nana agar tidak kesepian. Beberapa teman-teman sekelas Nana pun ada yang dating menjenguk untuk memberi semangat pada Nana untuk sembuh. Walau jauh didalam hati Nana sadar itu hanya harapan.

Persahabatan itu seperti tangan dan mata
Saat tangan terluka mata menangis
Saat mata menangis tangan menghapus

***
Malam ini. Dina dan Bagus sengaja dating ke rumah sakit untuk menginap menjaga Nana. Mereka ingin menghabiskan waktu bersama dan entah kenapa Dina sangat tidak ingin jauh dari Nana saat ini. Nana senang ketika tau bahwa Dina dan Bagus akan menginap menemaninya mala mini.
Ketika mereka hanya bertiga dalam ruangan . nana berkata pada Dina.
“Din. Aku mau ke taman kita”.
Dina terkejut mendengar permintaan Nana.
“Tapi…”
“Bawa aku ke sana Din”.
“Kamu lagi sakit Na. jangan kemana-mana dulu. Lagian juga kita nggak bias ninggalin rumah sakit ini. Kita nggak mungkin diperbolehkan keluar dengan keadaan kamu yang begini”.
“Bawa aku ke sana Din”. Ucap Nana lirih.
Dina berpandangan dengan Bagus. Meminta pendapat bagus. Bagus tersenyum lalu mengangguk. Akhirnya dengan terpaksa Dina menuruti permintaan Nana. Sebelum pergi nana menyelipkan sesuatu dalam kantong jaketnya.
Sesampainya di danau. Mereka duduk bersandar di batang pohon dan menghadap ke danau. Dina duduk disebelah kiri Nana, dan Bagus disebelah kanannya. Nana memandang jauh ke ujung danau lalu menengadah ke langit. Terlihat bintang bertaburan disitiap penjuru langit dengan bulan yang bersinar cerah pada mala mini.
“Bintang itu indah ya”. Kata Nana memecah kesunyian.
Dina dan Bagus bersamaan menatap Nana. Nana masih menengadah ke langit dan berkata lagi
“Aku suka bintang. Karena menurutku bintang itu mengisyaratkan bahwa aku nggak sendirian menghadapi takdir ini. Bintang juga symbol kekuatan bagiku. Walaupun cahayanya tak seterang bulan tapi, bintang juga memperlihatkan bahwa dia juga tak kalah indahnya”.
Dina dan Bagus hanya diam mendengar semuanya. Nana menatap Dina dan Bagus bergantian lalu melanjutkan bicara lagi “Aku bahagia punya kalian dalam hidupku. Kalian membuatku kuat dengan penyakit ini. Membuatku untuk selalu berpikir positif dan tidak memaki takdir. Aku senang karena kalian hidupku menjadi berwarna. Membuatku bias tetap tegar menghadapi semua dan menyimpan dukaku dalam senyuman. Kalian tahu? Karena kalian aku masih mau tetap bertahan untuk sembuh. Kalian penyemangatku. Kalian seperti matahari yang selalu menyinari sisi kelam dalam hidupku. Kalian akan selalu ada di sisni”.
Nana menggenggam tangan Dina dan Bagus lalu menaruhnya di dada “Di hatiku”. Lanjutnya.
Air mata Dina jatuh satu per satu mendengar semua kata-kata Nana. Bagus pun begitu, matanya berkaca-kaca. Tak lama kemudian genggaman ditangan mereka melonggar dan terlepas. Kepala Nana bersandar di pundak Dina.
“Na…Nana”. Kata Dina menangis sambil menepuk-nepuk pipi Nana.
“Na…Nana”. Ucapnya lagi dalam tangin yang kian menjadi.
“Na…Nana.  Nana”. Tangis Dina pecah
Lalu dipeluknya Nana dalam tangisnya. Dina menangis sejadi-jadinya sambil tetap memanggil nama Nana lirih. Bagus pun menangis namun, dia tak bias berkata apa-apa. Ada yang hilang dalam perasaannya. Sakit terasa dalam dadanya.

Mata Bagus menangkap sesuatu yang ada disamping Nana, sesuatu yang taka sing baginya. Diambilnya benda itu dan dibacanya sampul bagian depan “Rahasia Hati”. Air matanya makin deras jatuh satu per satu membasahi novel itu. Ketika dibukanya novel itu. Selembar kertas jatuh. Diambilnya lipatan kertas itu lalu di bukanya, dan dibacanya.

Dalam persahabatan kita dipersatukan
Karena perbedaan kita merasa saling membutuhkan
Senyum kalian kawan, adalah pemicu semangatku
Kalian ibarat pelangi yang hadir setelah hujan mengguyur bumi
Member arti bahwa kesedihan tak selamanya abadi
Kalian seperti bintang dan bulan
Yang member indah dalam kelamnya kehidupanku
Seakan berkata bahwa kamu tidak sendirian
Ada kami disini

Seminggu Kemudian
Dina dan Bagus duduk dibawah pohon menghadap ke danau ditaman itu. Raut kesedihan masih terlihat di wajah mereka. Seperti pelangi yang kehilangan satu warnanya, membuat pelangi tak terlihat indah lagi. Dina dan Bagus menoleh dan saling berpandangan lalu tersenyum. Dalam diam, pandangan mereka kini jauh menerawang ke ujung danau itu. Tangan mereka berdua sama-sama memegang novel Rahasia Hati milik Nana.
Dalam hati Dina berkata “Kini kamu sudah berada jauh disana Na. sejauh mataku memandang ke hulu danau yang tak tau ujungnya dimana. Senyummu Na. masih teringat jelas dalam benakku. Kata-katamu waktu itu masih aku ingat. Na, kamu adalah satu warna dari pelangi kami yang hilang. Namun aku yakin, disana kamu bahagia. Karena kamu pergi membawa kami dalam hatimu dan kamu pun akan selalu ada di dalam hati kami. Sehingga kita akan tetap selalu bersama”.



0 komentar:

Posting Komentar