Semua yang bernyawa pasti akan
mati
Pukul 20.30 WITA. Saat itu aku
tengah menatap layar laptopku, kebiasaan ku jika tidak ada kerjaan – online. Saat
itu bapak baru pulang dari acara tahlilan keluarga. Rencananya jika bapak
pulang, aku, mama, dan ella (adik ku) mau ke rumah ibu, jengukin kai (kakek). Tapi
berhubung bapak pulangnya sudah lewat dari jam 8 malam akhirnya tidak jadi
kerumah ibu. Dan tepat pada jam 20.30 itulah handphone bapak bordering – ibu menelepon.
Mengabarkan bahwa kai baru saja meninggal. Aku kalang kabut. Bingung. Ku matikan
langsung laptopku. Cepat-cepat mengambil jaket dan jilbab lalu bersama mama aku
duluan ke rumah ibu. Sesampainya dirumah ibu, kakak sepupu ku yanbg paling tua
udah ada disana. Dia menangis. Kakak bapak ku (aku memanggilnya tua) juga ada
disana. Adik bapak ku, om besar dan om co ada disana juga. Aku ikut bergabung
duduk disamping tempat kai berbaring tak bernyawa lagi. Dan aku menangis.
Dadaku sesak, nafasku seakan
tercekat. Aku masih nggak menyangka, secepat inikah. Jujur memang dari awal
tahun 2012. Disaat semua orang berpesta pora menyambut datangnya tahun baru. Aku
malah berpikir tentang kematian. Tidak dipungkiri waktu berjalan cepat sekali
dan yang tua akan digantikan dengan yang muda. Tahun berganti, umur bertambah,
kesempatan hidup berkurang. Itu yang aku pikirkan.
Kai dan nenek dari pihak mama
udah lama meninggal. Nenek dari pihak bapak juga begitu. Sisa kai ini yang
menyaksikan kami, cucu-cucunya tumbuh besar. Kakak sepupuku yang pertama – kak Sandra
menikah dan sudah memiliki anak. Kakak sepupuku yang kedua – kak novi juga sama
udah memiliki anak dua dan itu kai ku menyaksikan pernikahan mereka dan
menimang cicitnya. Ketika kai sakit dan aku masih bekerja di klinik, jika
berobat kai selalu ke klinik ku. Terkadang aku yang ke rumah ibu untuk
mengontrol pengobatan kai. Kai sangat senang waktu tau aku kerja. Sempat kai
bermimpi aku di berhentikan dari pekerjaan dan kai bertanya sama bapak apa aku
masih kerja atau nggak.
Tapi, kesibukan kuliahku juga
yang sering membuatku jarang mengunjungi kai. Sampai-sampai bapak pernah
menyampaikan cerita kai padaku. “mana elsa ini nggak pernah nengokin aku” kata
kai.
Kurang lebih 10 hari sebelum kai
meninggal. Bapak membawa kai ke Banjar. Alhamdulillah pada saat itu dapat
rezeki lebih dan di niatkan untuk mengabulkan keinginan kai untuk pergi ke
Banjar. Pulang dari Banjar kai sakit dan sampai pada saatnya untuk di panggil
Allah.
Apalah yang bias dilakukan kalau
waktunya sudah tiba. Minta ruhnya dikembalikan pun tak bias.
Pada hari meninggalnya kai,
sorenya ketika didapur bersama mama sedang memasak untuk buka puasa. Mama bercerita
bahwa kai cerita kalau arwah nenek sama kai panjang ada datang dan rumah ibu
tampak ramai. Kata mama “kalau sudah didatangin begitu nggak sampai 10 hari aja
lagi waktunya itu”. Dan ternyata memang benar hanya tinggal hitungan jam saja,
kai sudah dipanggil Allah.
Air mata kembali berjatuhan pada
saat menyaksikan jasad kai dimandikan. Semua cucu-cucunya menangis kecuali adik
ku. Dia tidak menangis sedikit pun. Tangisa tambah deras ketika melihat jasad
itu di kafani. Kakak-kakak sepupu ku yang mengolok ku menangis terus pun ikut
menangis. Untung saja air mata ini mau berhenti sebentar ketika aku ingin
mencium kai. Tangisan masih membasahi pipi ketika dijalan mengantar jasad kai
ke tempat peristirahatan terakhirnya. Sakit hati ketika memndengar adzan
dikumandangkan sebelum menutup tanah kuburan kai.
Lebaran kali ini nggak ada lagi
yang didatangin.
Maka maha suci (Allah) yang
ditangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya kamu dikembalikan. (Qs Ya Sin: 83